Cuaca Panas Kembali Menyengat Ini Penjelasan dari BMKG

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan kondisi cuaca panas yang dalam beberapa pekan ini terakhir ini kembali dirasakan masyarakat Indonesia, termasuk warga Sukabumi. Melalui Deputi Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto, mengatakan peningkatan suhu pada beberapa hari belakangan ini dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer, di mana dalam beberapa hari terakhir aktivitas fenomena atmosfer yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan.
Ilustrasi cuaca panas/foto:pixabay

BERITAUSUKABUMI.COM-Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan kondisi cuaca panas yang dalam beberapa pekan ini terakhir ini kembali dirasakan masyarakat Indonesia, termasuk warga Sukabumi.

Melalui Deputi Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto, mengatakan peningkatan suhu pada beberapa hari belakangan ini dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer, di mana dalam beberapa hari terakhir aktivitas fenomena atmosfer yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan.

“Aktivitas perubahan atmosfer itu terlihat pada fenomena El Nino dan Dipole atau kondisi naik-turunnya suhu permukaan laut. Kondisi El Nino Moderate dan Dipole Mode Positif menunjukkan potensi curah hujan rendah untuk wilayah Indonesia,”kata Guswanto kepada wartawan, Senin (18/12/2023).

Bacaan Lainnya

BACA JUGA :

Guswanto menjelaskan bahwa potensi curah hujan rendah dilihat dari analisis kondisi iklim global.”Hasil analisis kondisi iklim global menunjukkan kondisi El Nino Moderat dengan nilai NINO 3.4 sebesar +1.70 dan nilai SOI sebesar -6.0. Nilai DMI sebesar +1.21 juga menunjukkan Dipole Mode Positif,”bebernya.

Hasil analisis dari Outgoing Longwave Radiation (OLR), Madden Julian Oscillation (MJO) dan aktivitas gelombang ekuator memperlihatkan bahwa curah hujan di Indoensia belum merata.

“Analisis OLR, MJO dan aktivitas gelombang ekuator menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas konvektif di Pulau Sumatera bagian utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua,” tutur Guswanto.

Selain itu, curah hujan yang tidak merata juga dilihat dari pantauan daerah konvergensi yang hanya terjadi pada sejumlah wilayah.

“Pantauan daerah konvergensi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pertumbuhan awan hujan di Laut Natuna, Sumatera bagian utara dan tengah, Kalimantan bagian selatan, Selat Makassar, Sulawesi bagian selatan, Laut Banda, Laut Flores, Laut Arafura, NTT dan Maluku,” pungkas Guswanto.


editor : Irwan Kurniawan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *