Sosok almarhum pangersa KH. DR. A. Komarudin, M.Ag atau yang akrab disapa Aki Oman atau ajengan Oman kini memenuhi linimasi media sosial. Betapa tidak, beliau Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sukabumi yang meninggalkan kesan sangat baik di hati orang-orang yang mengenalinya. Mulai dari keluarga kerabat hingga murid-muridnya.
Nyaris seluruh jamaah pengisi Masjid Ponpes Almasthuriyah melinangkan air mata. Penulis pun baru kali ini empat kali menangis tersedu saat melihat keranda, shalat jenazah, memikul keranda dan saat melihat padung kakom.
Yang membuat penulis dan jamaah menangis, mengingat sosok almarhum yang sederhana, santun, arif dan bijaksana. Sosok seperti beliau sulit tergantikan. Meskipun banyak ulama soleh. Beliau bukan hanya memberikan petuah – petuah kepada pengurus MUI dan santrinya, beliau selalu memberikan tauladan yang sangat baik. Banyak yang memberikan kesaksian bahwa di masa hidupnya beliau ahli puasa dan shalat . Sesuai cita-citanya hingga wafat di RS Cibinong Bogor. Ajengan Oman telah menjalankan puasa selama 20 tahun di luar puasa Rhamadan.
BACA JUGA
Sebelum Wafat, Ketua MUI Kabupaten Sukabumi Alami Penyempitan Jantung
Penulis pun kerap menyaksikannya di tiap acara siang beliau tak pernah ikut makan siang. Kalo di bungkus, beliau selalu membawanya pulang untuk buka puasa. Kecuali saat hadir di acara – acara peringatan hari besar Islam di malam hari.
Beliau selalu menyampaikan petuah lewat hikmah pesan dan kisah-kisah para nabi dan sohabat.
Ada yang membuat jamaah menangis haru saat keluarga dekatnya yakni Pimpinan Ponpes Almasturiyah, KH. Abdul Azis Masturo menyampaikan kesaksiannya.
“Almarhum adalah santri Almasthuriyah yang taat kepada guru. Hingga guru menikahkan dengan putrinya. Selama berumah tangga, almarhum belum pernah memarahi istrinya. Jika ada perselisihan, Almarhum memilih mengalah. Almarhum sosok yang soleh, santun dan bijaksana yang sangat menghormati guru. Istrinya itu anak guru. Dibenaknya, anak guru adalah guru. Saking hormatnya kepada guru. Beliau menghormati anak-anaknya termasuk yang menjadi istrinya. Almarhum juga tak pernah tinggalkan shalat berjamaah. Sebelum meninggal, di RS Cibinong almarhum membuka impusan untuk melaksanakan shalat,” Ucap KH. Abdul Azis Masturo yang disambut takbir haru dan tangisan jamaah.
Tangisan jamaah bukan tanda tidak rela berpulangnya sosok panutan. Tapi mengingat kesolehan, kesederhanaan, kearifan dan kebijaksanaan almarhum semasa hidupnya. Almarhum meninggalkan istri dan lima anak yang soleh solehah di usia 70 Tahun.
Kini almarhum istirahat diperantara kehidupan dunia dan akhirah. Yakni alam barzah di Pemakaman keluarga Almasthuriah samping masjid. Semoga tulisan ini menjadi saksi yang meringankan dan membebaskan siksa kubur. Insya Allah almarhum husnul khatimah. Aamiin.
Semoga tulisan ini bisa diambil hikmah dan motivasi kita agar hidup lebih baik. Khususnya pengingat untuk penulis. Wallahualam.