BERITAUSUKABUMI.COM-Seperti halnya di daerah lain, sebilang warga di Sukabumi mulai ketularan menyerukan gerakan stop share, upload dan posting berita yang terkait dengan Covid-19.
Pantauan BERITAUSUKABUMI.COM, gerakan stop informasi soal Covid-19 mulai bermunculan di media sosial serta aplikasi perpesanan whatsapp group atau WA. Bentuk himbauan hentikan berbagi informasi Covid-19 masih berupa stiker.
Alasan ajakan menghentikan berita Covid-19 antara lain tidak ingin tercipta suasana jelek, capek dan permintaan agar penerapan PPKM Darurat tidak diperpanjang.
“Palabuhanratu Kompak untuk Tidak Upload Berita Covid. Jangan Ciptakan suasana jelek, kami sudah capek, PPKM jangan diperpanjang pak,” demikian bunyi kalimat pada stiker yang diposting salah satu pemilik akun facebook Permana Aria yang ia posting di group facebook Info Berita Seputar Palabuhanratu, Kamis 15 Juli 2021.
Dari komentar netizen atas postingan ajakan stop share info soal Covid-19, rata-rata menyatakan setuju dengan ajakan penghentian berbagi informasi tentang Covid-19.
Dilansir dari tim cek fakta tempo.co, menurut epidemiolog Iqbal Ridzi Fahdri Elyazar, ajakan menyetop berita agar Covid-19 berhenti, justru tidak tepat. Sebab karakter virus tidak terkait dengan pemberitaan media, maupun unggahan di sosial media. Virus menyebar dengan membutuhkan paparan dari orang ke orang kepada mereka yang rentan. Sehingga, hilangnya berita Covid-19 tidak akan menghentikan penularan virus tersebut.
Keterbukaan informasi data justru dibutuhkan dalam setiap penanganan pandemi atau perang melawan penularan penyakit seperti Covid-19. Data yang dimaksud adalah data yang menggambarkan situasi ‘perang’ yang sesungguhnya, seperti usaha pencarian orang terinfeksi, kemampuan rumah sakit melayani pasien, dan dampak terhadap keluarga dan masyarakat.
Selain itu, data tentang jumlah mereka yang sembuh juga sama pentingnya dengan data kematian terkait Covid-19. “Data di tingkat populasi dan wilayah ini perlu diberitahukan dan disebarkan supaya anggota masyarakat yang masih abai terhadap protokol kesehatan dan vaksinasi semakin teredukasi,” kata dia.
Menurut Iqbal, hadirnya berita juga bisa menjadi penyemangat bagi warga lain atau orang terdekat yang sedang dirawat atau isolasi supaya cepat sembuh. Tapi berita semacam ini, sama pentingnya dengan pemberitaan untuk mendorong pemerintah daerah dan pemerintah pusat lebih bekerja keras dan saling berkolaborasi menangani pandemi. “Bersikap masa bodo, pura-pura buta, dan meninabobokan di masa perang ini justru membuat kenapa pandemi ini berlarut larut,” kata Iqbal yang juga bergabung sebagai kolaborator saintis Lapor Covid-19.
Iqbal menilai, klaim bahwa sejumlah negara menyetop unggahan berita Covid-19 ke media sosial, menurut Iqbal, tidak benar. Sebaliknya, media dan jurnalis di negara tersebut terus memberitakan tentang Covid supaya warga sadar akan bahaya penularan Covid-19. “Yang harus dilarang adalah hoaks dan usaha2 untuk menghalangi selesainya pandemi ini,” kata dia.
Hasil pencarian Tempo juga tidak menemukan kebijakan pemerintah Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Australia, dan Cina yang melarang warganya mengunggah berita terkait Covid-19 ke media sosial. Pelarangan secara khusus hanya terkait dengan pemuatan berita bohong (hoaks), meski peraturan semacam ini banyak dikritik karena membatasi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
Dari pemeriksaan fakta di atas, dapat disimpulkan klaim bahwa menyetop berita tentang Covid-19 dapat membuat Covid-19 tidak berkembang adalah keliru. Penyebaran Covid-19 tidak terkait dengan pemberitaan. Selain itu, penanganan pandemi membutuhkan hadirnya pemberitaan yang akurat dan keterbukaan data untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menangani pandemi lebih baik.
editor : Irwan Kurniawan