Soal Reforma Agraria Mereka Tidak Ada Niatan Tinggi Sejahterakan Petani

Rozak Daud (Ketua SPI Sukabumi Raya)

Oleh : Rozak Daud (Ketua SPI Sukabumi Raya)

Kita melihat Pasangan calon Bupati-wakil Bupati Sukabumi dan Timnya sangat kaku membaca kurangnya membaca persoalan sosial. Di mana, patokan standar pembangunan mereka adalah Indek Pembangunan Manusia (IPM) untuk mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria serta kewenangan.  Padahal, pemerintah pusat telah menetapkan Perpres No. 62 Tahun 2023, sebelumnya ada Perpres Nomor 86 Tahun 2018. Perpres ini mengatur strategi-strategi yang akan dilakukan, yaitu: Legalisasi aset, Redistribusi tanah, Pemberdayaan ekonomi subjek RA, Kelembagaan RA, Partisipasi masyarakat.

Di sinilah fungsi Bupati sebagai ex officio Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) tingkat Kabupaten, kalau Agraria tidak masuk dalam Visi utama Calon, artinya tidak punya niatan yang tinggi untuk mensejahterakan rakyat khususnya petani.

Bacaan Lainnya

Memang Visi Misi pemerintah adalah meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM), strategi nya apa untuk mencapainya. Kita melihat Kedua Calon ini kan hanya fokus di Infastruktur, Pelayanan publik, ada yang menyinggung soal Ekonomi dan Sumber Daya Manusia.

Namun, tidak akan tercapai secara utuh Visi Misi itu sebagai target pembangunan kalau persoalan mendasar rakyat tidak masuk dalam misi besar calon. Peningkatan IPM itu tidak terlepas dari daya beli, daya beli akan tinggi kalau Rakyat memiliki penghasilan.

Mayoritas rakyat Kabupaten Sukabumi adalah petani, modal utama alat produksi petani adalah kepastian atas tanah atau asset reformnya. Setelah asset Reform baru menata akses reform (permodalan, alat pertanian, pemasaran).

Kabupaten Sukabumi memiliki sumber daya alam yang sangat tinggi, Pertanian, perkebunan, pertambangan, Perikanan sebagai sumber daya utama pengahasilan rakyat dan pendapatan daerah. Itulah yang disebut sumber daya agraria yaitu Bumi, Air, Udara. Potensi ini tidak masuk dalam visi besar calon.

Padahal, dari Perkebunan yang ada dengan jumlah kurang lebih 58 HGU, diluar HGB dan pertambangan, lebih banyak yang tidak produktif, HGU nya sudah tidak aktif. Perizinan sudah tidak aktif tentu tidak bisa bayar pajak.

Di sinilah fungsi Calon menjadikan agraria masuk dalam visi besarnya, sehingga ada keinginan yang kuat untuk menata ketimpangan agraria bisa dimanfaatkan secara adil kepada rakyat.

Agar rakyat memiliki kepastian dalam mengelola alat produksinya yaitu tanah dengan tenang, mendapat penghasilan yang cukup, bisa meningkatkan daya beli, bisa memberi makan keluarga yang cukup, menyekolahkan anak disitulah standar IPM meningkat, setelah ada kepastian hak atas tanah, rakyat bayar pajak menjadi pendapatan daerah dari pada HGU yang tidak aktif berarti pajak pun tidak ada.

Ini bukan hanya soal kemauan dan niat tapi soal keberanian mengambil langkah yang tepat untuk kesejahteraan walaupun berhadapan dengan pemilik modal.

Walaupun persolan tanah adalah ranah Pusat tetapi telah diberikan kewenangan yang sangat terbuka dalam Perpres 62 Tahun 2023, telah mengatur tentang Kelembagaan dalam bentuk tim percepatan reforma agraria yaitu Gugus Tugas Reforma Agraria.

Di tingkat kabupaten diketuai oleh Bupati, maka dianggap penting para calon memasukan penganan agraria menjadi misi besar pemerintah daerah.

Tugasnya mengoordinasikan penyediaan TORA dalam rangka Penataan Aset, melakukan pemetaan sosial, memverifikasi memberikan usulan dan rekomendasi tanah sekaligus ditetapkan sebagai TORA oleh menteri. Dan dalam Perpres juga diatur tentang sumber pendanaan bisa dari APBN dan bisa dari APBD.

Artinya secara konstitusi telah diberikan ruang yang terbuka untuk kepala daerah menataa persoalan pertanahan yang adil. Bahkan Tugas-tugas itu selama ini telah dikerjakan oleh organisasi tani tapi kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *