SBSI Ungkap Perekrut Korban Perdagangan Orang di Nyanmar Asal Sukabumi Temannya Sendiri

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sukabumi, Jejen Nurjanah membenarkan kalau video sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) seperti di video yang viral, itu merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.
Para korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar

BERITAUSUKABUMI.COM-Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sukabumi, Jejen Nurjanah membenarkan kalau video sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) seperti di video yang viral, itu merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Jejen juga membenarkan setelah ditelusuri beberapa orang yang ada dalam video itu merupakan warga Kabupaten Sukabumi.

“Sejauh ini ada 11 warga Sukabumi yang menjadi korban TPPO di Myanmar dan jumlah korban berpotensi terus bertambah sesuai laporan yang kami terima. Adapun laporan pertama yang masuk ada di bulan Agustus 2024,”ungkap Jejen dikonfirmasi media, Rabu (11/9/2024).

Bacaan Lainnya

Adapun 11 korban yang teridentifikasi meliputi sembilan orang warga Kecamatan Kebonpedes, dan dua orang warga Kecamatan Cireunghas. Diketahui para korban diberangkatkan pada bulan Mei dan Juni 2024.

Jejen menyebut para WNI itu menjadi korban scammer, di mana awalnya mereka dijanjikan oleh perekrut namun faktanya tidak sesuai dengan apa yang para korban kerjakan.

“Sebelumnya para korban diiming-imingi untuk bekerja di Thailand sebagai admin salah satu perusahaan crypto. Setelah sampai di Thailand, para korban yang berbekal visa kerja lalu dijemput oleh pihak perusahaan dan dipindahkan ke wilayah konflik di Myanmar,”beber Jejen.

“Visanya kunjungan terus dia itu hanya melalui via telepon, ditelepon sama temennya buat kerja di Thailand, buat paspor disana, sudah ada yang jemput disana itu ternyata dia disebrangkan ke negara yang konflik,”lanjut Jejen.

Adapun untuk para perekrut, Jejen menyebutkan mereka masih punya ikatan pertemanan dengan para korban. Para perekrut sudah kerja di sana.

“Para perekrut kerjasnya sebagai admin salah satu perusahaan. Jadi para korban tergiur iming iming gaji sebesar 35 juta per bulan. Faktanya mereka nerima 5 juta ada 6,5 juta itu pun setelah training tiga bulan baru nerima karena training dulu untuk mengoperasikan jadi operator itu harus seperti apa,”ungkap Jejen.

Lebih lanjut kata Jejen, berdasarkan hasil koordinasi dengan Kemenlu para korban tengah berada di Hpa Lu, wilayah terpencil di Myawaddy, Myanmar yang merupakan wilayah konflik dan sangat sulit untuk dijangkau karena merupakan wilayah yang berbahaya.

“Kan negara konflik, sementara KBRI tidak punya kewenangan untuk mengambil warga negaranya ke tempat asal dan juga itu berbahaya sekali karena disana yang paling berkuasa adalah pemberontak, mungkin resikonya sangat tinggi itu menurut keterangan dari Kementerian Luar Negeri itu nyawa taruhannya,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *