BERITAUSUKABUMI.COM-Kebanyakan kita bersyukur atas jabatan yang diraih. Bahkan ada yang pesta pora, pora pesta, memproklamirkan sukses naik jabatan. Ini nampak umum dan benar, sangat biasa dalam realitas sosial kita.
Naik jabatan, dapat jabatan baru dengan segala fasilitas lengkap, sebaiknya tidak disyukuri, melainkan ditafakuri. Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah malah menangis.
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun.” Ia tidak mengatakan, hamdallah atau bersyukur atas jabatan dan kepercayaan yang diraih. Apalagi publikasi berlebihan.
Kita? Kebanyakan publikasi dan pesta di rumah atau di kantor atas jabatan baru yang diraih. Ini nampak benar karena umumnya demikian. Padahal sebenarnya tidak benar.
Hal yang benar dan layak “pesta” atau tasyakur adalah saat kita pensiun atau purna bakti. Mengapa? Karena kita sudah berhasil melintasi sebuah tugas maha berat dalam sebuah jabatan.
Para pensiunan, atau purna bakti entity, adalah orang-orang yang layak dipestakan atau ditasyakuri karena mereka berhasil melaksanakan tugas dan amanah selama menjabat.
Bagi yang naik jabatan, jabatan apa pun, semuanya belum teruji, belum terbukti bisa meyelesaikan tugas dengan baik. Bukankah banyak pejabat, pengusaha dan orang dengan jabatan hebat gagal?
Jelas sudah yang pensiun atau purna bakti adalah orang-orang sukses membawa amanah dan jabatan. Lulus, mulus melintasi dinamika dan tantangan selama menjabat.
Bangsa kita adalah bangsa euforian, kadang selalu berlebihan saat meraih sebuah jabatan. Anehnya saat pensiun malah banyak yang syndrome. Bahkan ada yang sakit dan layu sebelum waktunya “pulang”.
Jangan terbalik, pensiun innalillahi, naik jabatan pesta pesta. Hal yang lebih benar adalah saat naik jabatan innalillahi, saat pensiun boleh pesta, tasyakuran.
Naik jabatan itu bukan sebuah keberhasilan. Mengapa? Karena belum menyelesaikian sebuah tugas atau amanah. Pensiun adalah sebuah fase sukses, karena sudah berhasil melaksanakan tugas.
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)