beritausukabumi.com-Jauh dari kata nyaman, dampak bencana pergerakan tanah di Kampung Gempol, RT 01/02, RW 07, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, memaksa sejumlah pelajar di Yayasan Miftahul Barokah belajar dalam tenda darurat.
Guru RA Raudhatul Athfal Miftahul Barokah, Lela Helmiah, mengungkapkan bahwa kegiatan belajar mengajar darurat ini sudah berlangsung selama seminggu sejak gedung sekolah mereka amblas.
“Awalnya, setelah kejadian amblas, kami sempat menghentikan kegiatan belajar karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sekarang kami menggunakan tenda darurat untuk melanjutkan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar),” kata Lela, Jumat (10/1/2025).
Dua tenda tersebut, masing-masing dari BNPB berukuran 6×8 meter dan Kementerian Sosial berukuran 5×6 meter, dijadikan ruang kelas darurat.
Tenda BNPB digunakan oleh siswa Madrasah Tsanawiyah, sementara tenda dari Kemensos digunakan oleh siswa RA (Raudhatul Athfal).
Kalau Hujan Becek Jika Panas Gerah
Guru-guru dan siswa harus menghadapi berbagai tantangan, seperti panas yang menyengat saat siang hari dan becek ketika hujan turun.
“Rasanya gerah, capek juga karena harus bolak-balik. Kami tinggal di Sampora dan harus mengajar di sini dari pagi sampai sore. Ada banyak kelas yang disatukan dalam satu tenda, jadi kondisinya benar-benar sempit,” tambah Lela.
Lebih jauh, Lela menjelaskan bahwa dampak kerusakan akibat bencana ini tidak hanya menghancurkan ruang kelas.
“Yang terdampak itu bukan hanya RA, tapi juga pondok pesantren putra-putri, lembaga MDTA, MTS, bahkan rumah saya sendiri. Sampai sekarang saya tinggal di rumah saudara bersama anak-anak,” ungkapnya.
“Kalau panas, ya panas banget. Kalau hujan, becek. Harapannya, kami ingin cepat pulih dan bisa kembali belajar di ruang kelas seperti dulu. Di sini sempit, satu ruang dipakai tiga kelas,” lanjutnya.