BERITAUSUKABUMI.COM-Alun-Alun Gadobangkong di Palabuhanratu memiliki nilai historis dan peran penting dalam perkembangan wilayah sekitarnya.
Gadobangkong dibangun kisaran tahun 1918 silam. Nama “Gadobangkong” diyakini berasal dari cerita masyarakat setempat yang erat kaitannya dengan kegiatan di daerah pesisir.
Dahulu, tempat ini menjadi pusat aktivitas perdagangan dan kehidupan sosial, di mana penduduk sekitar sering berkumpul menunggu hasil tangkapan nelayan atau sekadar bertukar kabar.
Catatan sejarah lain menyebut, jika Gado Bangkong dulunya adalah sebuah Catwalk (jembatan) yang terletak di Pusat Kota Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
Gado Bangkong merupakan sebuah jembatan tua yang menjorok ke laut, persis di belakang Gedung Tourism Information Center.
Saat itu, pihak Belanda mengfungsikan dermaga untuk mengangkut rempah-rempah, bahkan teh yang dipetik dari perkebunan di setiap titik di kawasan Palabuhanratu.
Nama Gadobangkong sendiri berasal dari kebiasaan masyarakat setempat yang sering menunggu nelayan pulang melaut atau menunggu barang dagangan di pinggir pantai.
Mereka biasanya duduk berjongkok sambil memegang dagu, yang dalam bahasa Sunda disebut “jongko nanggeuy gado.”
Seiring berjalannya waktu, kawasan ini mengalami perubahan menjadi ruang publik yang lebih modern. Kini, Alun-Alun Gadobangkong berfungsi sebagai tempat rekreasi, kegiatan masyarakat, dan acara budaya.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan selama proses pembangunannya, dan kini viral soal patung penyu yang terbuat dari bahan kardus, alun-alun Gadobangkong tetap menjadi simbol penting bagi identitas lokal Palabuhanratu.